Pendekatan CLIL
(Content Language Integrated Learning) dan Pedagogi
Genre (Genre Pedagogy). Pendekatan pembelajaran untuk mengembangkan
kompetensi teks menggunakan pendekatan
CLIL, pendekatan ilmiah, dan pedagogi genre. Pendekatan CLIL (content language
integrated learning) atau pembelajaran terintegrasi isi bahasa. Coyle (2006, 2007) mengajukan 4C sebagai
penerapan CLIL, yaitu content, communication, cognition, culture (community/citizenship).
Content itu berkaitan dengan topik apa (dalam hal ini adalah topik IPA seperti
ekosistem). Communication berkaitan
dengan bahasa jenis apa yang digunakan (misalnya membandingkan, melaporkan).
Pada bagian ini konsep genre teraplikasi, bagaimana suatu jenis teks tersusun
(struktur teks) dan bentuk bahasa apa yang sering digunakan pada jenis teks
tersebut. Cognition berkaitan dengan keterampilan berpikir apa yang dituntut
berkenaan dengan topik (misalnya mengidentifikasi, mengklasifikasi). Culture
berkaitan dengan muatan lokal lingkungan sekitar yang berkaitan dengan topik,
misalnya kekhasan tumbuhan yang ada di wilayah tempat siswa belajar, termasuk
juga persoalan karakter dan sikap berbahasa.
Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach)
dan Pedagogi Genre (Genre Pedagogy) digunakan untuk proses pembelajaran.
Pendekatan ilmiah digunakan untuk mengembangkan belajar mandiri dan sikap kritis
terhadap fakta dan fenomena. Guru diharapkan tidak memberi “tahu” sesuatu yang
dapat dilakukan anak untuk mencari “tahu”. Pengetahuan didapat melalui
langkah-langkah metode ilmiah: mengajukan pertanyaan, mengamati fakta,
mengajukan jawaban sementara, menguji fakta, menyimpulkan jawaban, menyampaikan
temuan. Guru tidak harus menjelaskan pengertian pantun, syarat-syarat pantun
tetapi memandu siswa menemukan itu semua dengan mengamati fakta (berbagai macam
pantun).
Tujuan pembelajaran yang bersifat keterampilan
dapat menggunakan pendekatan pedagogi
genre. Pendekatan pedagogi genre didasarkan pada siklus belajar-mengajar
“belajar melalui bimbingan dan interaksi” yang menonjolkan strategi pemodelan
teks dan membangun teks secara terbimbing bersama (joint construction) sebelum
membuat teks secara mandiri. Bimbingan dan interaksi menjadi penting dalam
kegiatan belajar di kelas.


Dalam pedagogi genre, makna perancah (scaffolding)menempel pada proses
belajar mengajar. Teori Belajar Sosial Vygotsky menekankan “kolaborasi
interaktif antara guru dan siswa, guru
mengambil peran otoritatif untuk menaikkan jenjang performansi potensial siswa”.
Pembelajaran mandiri bukanlah berarti
siswa belajar secara mandiri tanpa bantuan (guru, teman sejawat). Dukungan
dapat dimaknai sebagai suatu situasi anak mencapai keberhasilan suatu tugas di
bawah bimbingan. Dukungan yang secara bertahap dihilangkan saat siswa mampu
melaksanakan tugas secara mandiri.
![]() |
Siklus Pedagogi Genre |
Proses utama belajar mengajar pedagogi genre dikenal sebagai siklus
belajar mengajar yang terdiri atas empat tahap, yaitu: (1) penyiapan konteks
dan membangun pembelajaran; (2) pemodelan dan dekonstruksi; (3) konstruksi
terbimbing; dan (4) konstruksi mandiri. Dalam (1) penyiapan konteks dan
membangun pembelajaran,siswa dipajankan kepada pembahasan atau kegiatan yang
membantu siswa memaknai konteks situasional dan kultural tipe teks yang sedang
dipelajari. Pemodelan teks, fokus pada analisis teks, yang menarik perhatian
siswa untuk mengidentifikasi tujuan dan struktur generik (skematik) dan fitur
bahasa teks. Kegiatan ini semacam membongkar dan merakit kembali bangunan teks.
Konstruksi terbimbing, guru dan siswa membangun kompetensi teks bersama-sama.
Guru sebagai penulis atau pengarang, menulis kontribusi siswa di papan tulis.
Guru juga mungkin harus memperbaiki kalimat siswa agar lebih tepat. Guru
melatih subkompetensi yang dibutuhkan, seperti melatih kata emotif untuk
membuat teks persuasif. Jika siswa cukup percaya diri, siswa bergerak menuju
konstruksi mandiri. Siswa menulis tulisan mereka sendiri.
Kompetensi dasar dikembangkan
berdasarkan tiga hal yang saling berhubungan dan saling mendukung, yaitu bahasa
(pengetahuan tentang Bahasa Indonesia); sastra (memahami, mengapresiasi,
menanggapi, menganalisis, dan menciptakan karya sastra); dan literasi
(memperluas kompetensi berbahasa Indonesia dalam berbagai tujuan khususnya yang
berkaitan dengan membaca dan menulis).
Pembelajaran bahasa mencakup
pembelajaran pengetahuan tentang bahasa dan bagaimana penggunaannya secara
efektif. Peserta didik belajar bagaimana bahasa Indonesia memungkinkan orang
saling berinteraksi secara efektif; membangun dan membina hubungan;
mengungkapkan dan mempertukarkan pengetahuan, keterampilan, sikap, perasaan,
dan pendapat.
Pembelajaran sastra bertujuan melibatkan
peserta didik untuk mengkaji nilai kepribadian, budaya, sosial, dan estetik.
Pilihan karya sastra dalam pembelajaran yang berpotensi memperkaya kehidupan
peserta didik, memperluas pengalaman kejiwaan, dan mengembangkan kompetensi
imajinatif. Peserta didik belajar mengapresiasi karya sastra dan menciptakan
karya sastra mereka sendiri akan memperkaya pemahaman peserta didik akan
kemanusiaan dan sekaligus memperkaya kompetensi berbahasa. Peserta didik
menafsirkan, mengapresiasi, mengevaluasi, dan menciptakan teks sastra seperti
cerpen, novel, puisi, prosa, drama, film, dan teks multimedia (lisan, cetak,
digital/ online). Karya sastra untuk pembelajaran yang memiliki nilai artistik
dan budaya diambil dari karya sastra daerah, sastra Indonesia, dan sastra dunia.
Karya sastra yang memiliki potensi kekerasan, kekasaran, konflik, dan memicu
konflik SARA harus dihindari. Karya sastra unggulan namun belum sesuai dengan
pembelajaran di sekolah, kemungkinan modifikasi untuk kepentingan pembelajaran
dimungkinkan untuk dilakukan tanpa melanggar hak cipta karya sastra.
Pembelajaran literasi bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memahami, menafsirkan, dan
menciptakan teks yang tepat, akurat, fasih, dan penuh percaya diri selama
belajar di sekolah dan untuk kehidupan di masyarakat. Pilihan teks mencakup
teks media, teks sehari-hari, dan teks dunia kerja. Rentangan bobot teks dari kelas 1 hingga
kelas 12 secara bertahap semakin kompleks dan semakin sulit, dari bahasa
sehari-hari pengalaman pribadi hingga semakin abstrak, bahasa ragam teknis dan
khusus, dan bahasa untuk kepentingan akademik. Peserta didik dihadapkan pada
bahasa untuk berbagai tujuan, audiens, dan konteks. Peserta didik dipajankan
pada beragam pengetahuan dan pendapat yang disajikan dan dikembangkan dalam
teks dan penyajian multimodal (lisan, cetakan, dan konteks digital) yang
mengakibatkan kompetensi mendengarkan, memirsa, membaca, berbicara, menulis dan
mencipta dikembangkan secara sistematis dan berperspektif masa depan.
Dalam mengembangkan kemampuan
berbahasa dan bersastra, dikembangkan budaya membaca dan menulis secara
terpadu. Dalam satu tahun pelajaran peserta didik dimotivasi agar dapat membaca
paling sedikit 6 buku sastra dan nonsastra dalam setiap jenjang.
Terima kasih banyak informasinya sangat bermanfaat. Jazakallahu Khairan Katsiran
ReplyDeleteIt's no surprise that this blog is amazing. Thank you for sharing that has helped many teachers and students as well as the general public.
ReplyDelete